Nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia - Kubiarkan nyamuk betina itu hinggap gak sopan di lututku. Bulu-bulu yg tumbuh lebat di situ terganggu geli, kala kaki-kaki tidak tebal mahluk noktah hitam-putih itu menginjakinya. Kubayangkan kala jarum yg mencuat dari mulutnya bagaikan pipet tajam ; menusuk, sedot rakus darah milikku. Pencuri mini yg, sumpah buat apa-pun, kubenci 1/2 mati. Kubiarkan dia hisap, telan dengan lahap kentalnya darahku.
Kala kelak perutnya membuncit, gemuk di isi cairan amis merah itu, kutunggu hingga dia terbang sempoyongan, mabuk senang dengan kelezatan anyir yg kuberi gratis. Selanjutnya, “Tasssh!! ”, kutepuk dia sampi remuk, penyet gak bersifat. Hingga darah di perutnya muncrat, lumer tercampur pecahan badannya sendiri, di tanganku yg berdenyut nikmat dikarenakan pedih balas dendam. “Tak ada yg gratis, kawan, ” pekikku. “Kuajari kau langkah menjunjung hak punya orang lain, meski harga yang wajib kau bayar yakni dengan mati naas di tanganku! ”. Kugaruk betisku takzim, haru yg bercampur dengan semburat gatal—penghormatan paling akhir yg kuberi pada jasadnya yg gak lagi dikenali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar